ASUHAN
KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM
ASKEP
SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada
bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi
yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman,
2000). Sepsis adalah sindrom
yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang
parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari
pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau
terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia).
Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine
sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat
disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi
atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John
Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu,
- Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
- Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi
merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5
kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari
2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
2.3 Etiologi
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan
penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3
bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling
sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh
bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari
setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap
sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya
menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan
sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan
ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke
dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah
disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami
bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat
megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki
aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum
terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari
semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas
- dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi
bakterial di dalam darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia
3 bulan sampai 3 tahun.
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan
kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan
fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang
tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik,
dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan,
dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus
rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur
vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau
infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau
perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau
negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi
kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status
sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
b. Status
paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius
( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk
sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi
imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara
defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens
sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada
defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur
invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan
kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk
bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat
alat yang terkontaminasi.
b. Paparan
terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipatganda.
c. Kadang-
kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang
berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada
bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi
dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada
masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara
lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2. Pada
masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi
akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit
bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir
yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini
adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi
paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui
alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
5. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum
adalah sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping
hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi,
malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak
lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber
infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya
nanah atau darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses
otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi
tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan
terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut
off tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas
mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%,Positive Probable Value (PPV)
lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%,
dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda
diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih
total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan
neutrofil total (I:T), mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR),
dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP,
prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi
antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis
adalah sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya
gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological
indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological
indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan
spesifisitas dari berbagai uji laboratorium.
7. Penatalaksanaan
1. Diberikan
kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi
2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan
Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang
lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam
pelan-pelan).
2. Dilakukan
septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel,
kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan
lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila
gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika
diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila
gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai
dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14
hari. Pada kasus meningitis
pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi
: Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi
metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar
8. Askep sepsis neonatorum
- Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
a. Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus
normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
b. Intervensi dan
Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna
kulit
|
Perubahan
tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
|
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi
|
Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan
banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
|
3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan
lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk kompres.
|
Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat
pembuluh-pembuluh dasar besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan
alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan
panas secara drastis.
|
Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun.
|
Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas
dengan segera.
|
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
a. Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus
normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
b. Intervensi dan
Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna
kulit
|
Perubahan
tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
|
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi.
|
Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan
banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
|
3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan
pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik.
|
Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah
usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara
tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas,
misal dengan asetaminofen.
|
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah pemberian yang
telah ditentukan
|
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah
bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.
|
- Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi
a. Kriteria Hasil
1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan
ekstraselular
2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan
memelihara fungsi jaringan
b. Intervensi dan
Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa nadi perifer,edema,
pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas)
|
1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
|
2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas/dingin
|
2. mengetahui sensasi perifer, kemungkinan parestesia
|
3. pantau status cairan
|
3. mengetahui keseimbangan antara asupan dan haluaran
|
- PK: Trombositopenia
a. Tujuan
Perawat
akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit.
b. Intervensi dan
Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi dan jumlah trombosit
|
Nilai ini membantu mengevaluasi respon klien terhadap
pengobatan dan resiko terhadap pendarahan akibat dari sepsis.
|
2. Pantau tanda tau gejala pendarahan spontan atau perdarahan
hebat : ptekie, ekimosis, hematoma spontan, perubahan tanda-tanda vital.
|
Pemantauan secara konstan sangat dibutuhkan untuk menjamin
deteksi dini adanya episode perdarahan
|
3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau hipovolemia, seperti
peningkatan frekuensi nadi, napas dan tekanan darah, perubahan status
neurologis
|
Perubahan pada oksigen sirkulasi akan mempengaruhi fungsi
jantung, vascular dan fungsi neurologis
|
Daftar pustaka
Anonim. 2007. Sepsis. Akses internet di http://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-1uyr3qilmiahpopular.doc
Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum.
Akses internet dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada
Praktek Klinis, Edisi 6.Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3. Jakarta :EGC
Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html
Nurcahyo. 2000. Sepsis
Neonatorum. Akses internet dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallink.gif
disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan maternitas FKP UNAIR
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta
: Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :
Bina Pustaka
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum.
Akses internet dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/
SEPSIS
Pengertian
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu
sindrom klinik yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri
dalam darah.
Etiologi dan Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit
adalah Escherichia Coli dan streptokok grup B (dengan angka kesakitan
sekitar 50 – 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok, Klebsiella-Enterobacter
sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan organisme yang anaerob.
Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh
dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir
(penyakit yang mempunyai awitan dini), bayi mungkin terinfeksi dalam
lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit (penyakit yang
mempunyai awitan lambat)
Tanda dan gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai
dengan :
1.
Suhu tubuh yang abnormal (hiper- atau hipotermi),
2.
Ikterus,
3.
Kesulitan pernafasan,
4.
Hepatomegali,
5.
Distensi abdomen,
6.
Anoreksia,
7.
Muntah-muntah, dan
8.
Letargi.
9.
Jaundice (sakit kuning)
10.
kejang
Diagnosis sepsis tergantung pada isolasi agen
etiologik dari darah, cairan spinal, air kemih atau cairan tubuh lain dengan
cara melakukan biakan dari bahan-bahan tersebut.
Pengobatan
Bila dipikirkan diagnosis sepsis setelah
pengambilan bahan untuk pembiakan selesai dilakukan, pembiakan dengan antibiotika harus segera dimulai.
Pengobatan awal hendaknya tersendiri dari ampisilin dan gentamisin atau
kanamisin secara intravena atau intramuskular.
Pengobatan suportif, termasuk penatalaksanaan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bantuan pernapasan, transfusi darah lengkap
segar, transfusi leukosit, transfusi tukar, pengobatan terhadap DIC, dan
tindakan-tindakan lain yang merupakan bantuang yang penting bagi pengobatan
antibiotik.
Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar
antara 10 – 40 %. Angka tersebut berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu
awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan
keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
Pencegahan
Peningkatan penggunaan fasilitas perawatan
prenatal, perwujudan programmelahirkan
bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusatkesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif
bayi neonatal dan pengambangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai
pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi yang merupakan
predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.
ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI DENGAN SEPSIS
Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Penyakit
·
Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning,
letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah.
·
Riwayat penyakit sekarang : Pada permulaannya tidak jelas, lalu
ikterik pada hari kedua , tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3
mg, disertai dengan letargi, hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher,
tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.
·
Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar
atau kerusakan hepar karena obstruksi.
·
Riwayat penyakit keluarga : Orang tua atau keluarga mempunyai
riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
3. Riwayat Tumbuh Kembang
·
Riwayat prenatal : Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas
darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya,
kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil /
persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi.
·
Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera
setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat
tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat
nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,
hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
4. Riwayat Imunisasi
5. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
·
Kulit kekuningan
·
Sulit bernafas
·
Letargi
·
Kejang
·
Mata berputar
Palpasi
·
Tonus otot meningkat
·
Leher kaku
Auskultasi
Perkusi
6.Studi Diagnosis
·
Pemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu
dan bayi, Ht, jumlah retikulosit, fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin
2.
Resiko tinggi injuri (internal) berhubungan dengan kerusakan
hepar sekunder fisioterapi
3.
Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan
penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi.
Intervensi Keperawatan
1. Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin
Ditandai dengan :
·
Kulit bayi kekuningan
·
Bilirubin total : 4,6
·
Bilirubin direct : 0,3
·
Bilirubin indirect : 4,3
Tujuan :
·
Bayi akan terhindar dari kerusakan kulit
Intervensi :
·
Catat kondisi selama diberikan sinar setiap 6 jam dan laporkan
bila perlu.
·
Monitor baik langsung atau tidak langsung tingkat bilirubin
·
Jaga kulit bayi agar tetap bersih dan kering
Rasional :
·
Untuk mengetahui kondisi bayi, sehingga dapat melakukan
intervensi lebih dini.
·
Untuk menilai kondisi kekuningan pada kulit
·
Menurunkan iritasi dan resiko kerusakan kulit.
2. Resiko tinggi injuri (internal) berhubungan
dengan kerusakan hepar sekunder fisioterapi
Ditandai dengan :
·
•Kulit bayi terlihat kekuningan
Tujuan :
·
Injuri tidak terjadi
Intervensi :
·
Monitor kadar bilirubin sebelum melakukan perawatan dengan
sinar, laporkan bila ada peningkatan
·
Inspeksi kulit, urine tiap 4 jam untuk melihat warna kekuningan,
laporkan apa yang terjadi
Rasional :
·
Mengetahui kadar bilirubin serta membantu keefektifan pemberian
terapi
·
Mengetahui seberapa besar kadar bilirubin
3. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan
tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi.
Data Subyektif :
·
Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan.
Data Obyektif :
·
Orang tua tampak cemas
·
Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.
Tujuan :
·
Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat ber-
partisipasi meng- identifikasi gejala-gejala untuk men- yampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
·
Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi ikterus
·
Berikan penjelasan tentang: Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya.
·
Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan .
·
Diskusikan tentang keadaan bayi dan program-program yang akan dilakukan selama di rumah sakit
·
Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan
perawatan
Rasional :
·
Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum me- lakukan pendidikankesehat- an kepada keluarga
·
Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga dapat menerima
segala tindakan yang diberikan kepada bayinya.
·
Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu
mengurangi kecemasan keluarga
·
Komunikasi secara terbuka dalam memecahkan satu per-masalahan
dapat mengurangi kecemasan keluarga.
·
Hubungan yang akrab dapat meningkatkan partisipasi keluarga
dalam merawat bayi ikterus
Daftar Pustaka
1.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
2.
Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan evaluasi, EGC,
Jakarta.
3.
Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
4.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com