Selasa, 30 April 2013

askep pertussis



MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERTUSIS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak I yang diampu oleh
Ns. Erni Suprapti, S.ST,. S.Kep
akper kesdam
Disusun oleh:
1.      Maharani Praningtyas                   6.  Nova Agustin
2.      Moch Afif Ardianto                     7.  Nunik Nor Hayati
3.      Moch Ali Umar                             8.  Nurdin Shaleh
4.      Murtafiah Ida Fatayati                  9.  Pujiyatno
5.      Nanik Armyati
AKADEMI KEPERAWATAN KESEHATAN DAERAH MILITER IV/ DIPONEGORO SEMARANG
Tahun Ajaran 2012-2013

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpihan karunia, hidayah dan bimbingan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak 1 dengan judul ”Makalah Keperawatan Anak I Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Pertusis”. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain :
1.                  NS. Erni Suprapti, S.ST,. S.Kep, selaku Dosen Keperawatan Anak 1 AKPER KESDAM IV / DIPONEGORO
2.                  Teman-teman yang juga membantu dalam berbagai hal.
3.                  Serta pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima, dipelajari dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca dikalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan makalah yang lain. Dan kami menyadari adanya banyak kekurangan, baik tulisan maupu cara penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semarang,       Maret 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pertussis (batuk rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorokan dengan bakteri ”Bordatella Pertussis”. Penyakit batuk rejan / juga dikenal sebagai ”Pertussis” atau dalam bahasa Inggris ”Whooping Cough” adalah satu penyakit yang menular. Pertussis bisa ditularkan melalui udara. Gejala awalnya mirip dengan infeksi saluran nafas atau lainnya yaitu pilek dengan lendir cair dan jernih, mata merah dan berair, batuk ringan, demam ringan. Pada stadium ini, kuman paling mudah menular. Setelah 1-2 minggu, timbullah stadium kedua dimana frekuensi dan derajat batuk bertambah, disertai suara khas : ”nguuuuuk” tadi. Stadium penyembuhan terjadi 2-4 minggu kemudian, ”nguuuuuk” hilang, namun batuk bisa menetap hingga lebih dari 1 bulan. Didunia terjadi sekitar 30-50 juta kasus pertahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus.
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Batuk_kokol)

Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. 90% kasus ini terjadi dinegara berkembang. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Bakterium Bordetella namun tidak jarang diakibatkan oleh Bordetella Parapertussis. Pertussis dikenal dengan batuk serius yang diakhiri bunyi seakan –akan ”kokol” apabila anak-anak bernafas. Ia juga disertasi dengan selema, bersin dan demam yang tidak begitu panas. Selain menyerang anak-anak batuk pertussis juga menyerang bayi berusia dibawah 1 tahun, ini disebabkan karena ia belum mendapatkan vaksin. Untuk itu anak-anak diberi vaksin DPT yang diberikan pada 2 bulan, 3 bulan dan akhirnya 5 bulan dari dosis tambahan pada usia 18 bulan. Vaksin ini berkisar selama 5 tahun. Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul ”Makalah Keperawatan Anak I Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Pertusis”.
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Batuk_kokol)
B.                 Rumusan Masalah
1.                  Mengapa pertusis atau batuk rejan dapat menyebabkan kematian?

C.                Tujuan Penulisan
1.                  Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bagaimana cara membuat Asuhan Keperawatan masalah Pernapasan dengan ganggguan Pertussis.
2.                  Tujuan Khusus
Mahasiswa akan mampu:
a.                   Memahami definisi pertusis
b.                  Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
c.                   Mengetahui manifestasi klinis dari pertusis
d.                  Mengetahui cara penularan dari pertusis
e.                   Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
f.                   Mengetahui komplikasi dari pertusis
g.                  Mengetahui diagnose banding dari pertusis
h.                  Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk pertusis
i.                    Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
j.                    Mengetahui bagaimana pencegahan pertusis
k.                  Merumuskan  asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi  pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.                Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengnai setiap pejamu yang rentan. Tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman. 1992)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan proksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan. 1993)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran penafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi atau melengking.


B.                 Etiologi
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak  bergerak,  dan ditemukan  dengan  melakukan  swab  pada  daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)
Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
1.                  Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2.                  Endotoksin (lipopolisakarida)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1.                  Berbentuk batang (coccobacilus).
2.                  Tidak dapat bergerak.
3.                  Bersifat gram negatif.
4.                  Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5.                  Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah
(0º- 10ºC).
6.                  Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhadap penicillin.


C.                Patofisiologi (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernapasan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Filamentous Hemaglutinin (FHA), Lymphosithosis Promoting Factor (LPF) / Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasidan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran napas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyaiu 2 subunit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan subunit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi. Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk lifosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, efek memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkn konsentrasi gula darah. Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae dan Staphylococcus aureus).
Penumpukan mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.  Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan perukaran oksigenasi pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia. Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.

D.                Manifestasi Klinis (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :
1.                  Stadium Kataralis
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.
2.                  Stadium Spasmodik
Berlangsung selama 2 – 4 minggu pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah Gejala – Gejala Masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap. Biasanya anak-anak tidak terkena demam tinggi pada setiap tahap sakitnya.
3.                  Stadium Konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh pada minggu ke – 4 jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.

E.                 Pathway
               Kuman boedetella pertusis

               Inhalasi dopler

               Hidung                     Reflek bersin               Kuman keluar

Radang                                    Laring              Reflek Batuk               Kuman Keluar











 


Peningkatan suhu                    Radang            Batuk terus                  Whoop
tubuh


 
Hipertermi
 
                                                oedema            Anoreksia                    Muntah







Bersihan jalan nafas tidak efektif
 

Perubahan pola pemenuhan nutrisi
 

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
 


 


F.                 Penatalaksanaan
1.                  Penatalaksanaan Medis (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
a.                   Antibiotik
1)                  Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Eritromisin menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral, mencegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.
2)                  Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis.
3)                  Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin.
4)                  Ekspektoran dan mukolitik.
5)                  Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali. Luminal sebagai sedative
b.                  Imonoglobulin Belum ada persesuaian faham mengenai pemberian imonoglobuli stadium kataralis, ada penelitian yang mengatakan pembrian imonoglobulin menghasilkan pengurangan frekwensi efisode batuk poroksismal, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa imunoglobulin tidak faedah. Pemberian imunoglobulin pada stadium paroksismal sama sekali tidak faedah.


2.                  Penatalaksanaan Keperawatan (Ngastiyah. 1997)
a.                   Pembersihan jalan nafas.
b.                  Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.
c.                   Pemberian makanan dan obat. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair.
d.                  Pemberian terapi suportif.
1)                  Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang, mengatasi dehidrasi berikan nutrisi.
2)                  Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral.

G.                Pemeriksaan Penunjang (Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999)
1.                  Pembiakan lendir hidung dan mulut.
2.                  Pembiakan apus tenggorokan.
3.                  Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
4.                  Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
5.                  Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN PERTUSIS

A.                Pengkajian (Ngastiyah. 1997)
1.                 Anamnesa
a.                   Riwayat alergi dalam keluarga , gangguan genetik.
b.                  Riwayat pasien dengan disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen / iritan lain , trauma.
c.                   Adanya kontak dengan penderita pertusis.
d.                  Riwayat vaksinasi
2.                 Pemeriksaan fisik
a.                   Aktivitas / istirahat
Gejala : batuk panjang, kelelahan, demam ringan
Tanda : sesak, kelelahan otot dan nyeri
b.                  Makanan / cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual / muntah, penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk, penurunan massa otot
c.                   Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang
d.                  Integritas ego
Tanda : gelisah

e.                   Pernafasan
Gejala : batuk, tarikan nafas panjang
Tanda : muka merah, sianotik.
3.                 Pemeriksan Diagnostik
a.                   Pemeriksaan sputum
b.                  Pemeriksaan serologi untuk bordetella pertusis
c.                   Tes Elisa
d.                  Foto Rontgen.

B.                 Diagnosa Keperawatan (Ngastiyah. 1997)
1.                  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya sekret.
2.                  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3.                  Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah.
4.                  Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.

C.                Intervensi Keperawatan (Wong’s & Whaley. 2010)
1.                  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya sekret.
a.                   Tujuan :                        
Tujuan yang diharapkan mempertahankan jalan nafas pasien.
b.                  Kriteria Hasil :
Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
c.                   Intervensi Keperawatan :
1)                  Pertahankan kepatenan jalan nafas, pertahankan support ventilasi nbila diperlukan.
2)                  Kaji fungsi pernafasan, auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap setiap 15menit sampai 4jam.
3)                  Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oksimetri dan batasi (penyapihan) atau tanpa alat bantú bila kondisi telah membaik.
4)                  Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
5)                  Monitor efek samping pemberian pengobatan, monitor serum darah, dan catat kemudian laporkan ke dokter. Normalnya 10-20 ug/ml pada smeua usia.
6)                  Kaji gejala dan tanda efek samping mual dan muntah pada gejala awal, dan kemungkinan kejang.
7)                  Berikan cairan yang adekuat per oral atau parenteral.
8)                  Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi, ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret (suction).

9)                  Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan kecemasan.
10)              Berikan terapi bermain sesuai dengan usia.
2.                  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
a.         Tujuan : suhu tubuh kembali normal ( 36 C-37 C )
b.                  Kriteria Hasil :
1)                  Suhu tubuh dalam rentang normal
2)                  Nadi, RR dalam rentang normal
3)                  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing
c.                   Intervensi keperawatan :
1)                  Ukur tanda vital: suhu.
2)                  Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
3)                  Lakukan “tepid sponge” (seka) dengan air biasa.
4)                  Tingkatkan intake cairan.
5)                  Berikan terapi untuk menurunkan suhu.
3.                  Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
a.                   Tujuan :
Terjadi keseimbangan cairan dalam tubuh




b.                  Kriteria Hasil :
1)                  Menunjukkan cairan dibuktikan denagn parameter individual yang tepat , mis : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat tanda vital stabil .
c.                   Intervensi keperawatan :
1)                  Mengobservasi tanda-tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
2)                  Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun.
3)                  Menobservasi dan mencatat intake dan output.
4)                  Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan anak.
5)                  Memonitor laboratorium: elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
6)                  Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
7)                  Memonitor dan mencatat berat badan.
8)                  Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible wáter loss/ IWL)


4.                  Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
a.                   Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b.                  Kriteria Hasil :
1)                  Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
2)                  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c.                   Intervensi Keperawatan :
1)                  Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan unutk memperbaki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
2)                  Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
3)                  Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
4)                  Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
5)                  Mempertahankan kebersihan mulut pasien.
6)                  Menjelaskan pentingnya intake nutrisai yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.


D.                Evaluasi
1.                  Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
2.                  Suhu tubuh dalam rentang normal.
3.                  Nadi, RR dalam rentang normal.
4.                  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing.
5.                  Menunjukkan cairan dibuktikan denagn parameter individual yang tepat , mis : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat tanda vital stabil .
6.                  Adanya peningkatan BB sesuai tujuan.
7.                  Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Pertusis (Whooping Cough) adalah salah satu penyakit menular pada anak-anak disertai dengan serangan batuk-batuk paroksismal dan pada anak besar yang disertai suara khas (Inspiratory Whoop). Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Haemoephilus pertusis. Bordetella Pertusis adalah suatu kuman tahan asam, tidak bergerak, gram negative. (Nelson, 2000). Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :
1.      Stadium kataralis
2.      Stadium spasmodik
3.      Stadium konvaslensi
(Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Penatalaksanaan atau pengobatan pertusis dapat dibagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan (Arif Mansjoer, 2000 : 428). Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah anak terkena pertusis yaitu dengan Pembiakan lendir hidung dan mulut, pembiakan apus tenggorokan, dll. (Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999)
Asuhan keperawatan yang dilakukan dalam masalah gangguan system pernafasan dengan pertusis yaitu dengan:
1.                  Anamnesa
a.                   Riwayat alergi dalam keluarga , gangguan genetik.
b.                  Riwayat pasien dengan disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen / iritan lain , trauma.
c.                   Adanya kontak dengan penderita pertusis.
d.                  Riwayat vaksinasi
2.                  Pemeriksaan fisik
a.                   Aktivitas / istirahat
b.                  Makanan / cairan
c.                   Nyeri / kenyamanan
d.                  Intergritas ego / pernafasan
3.                  Pemeriksan Diagnostik
a.                   Pemeriksaan sputum
b.                  Pemeriksaan serologi untuk bordetella pertusis
c.                   Tes Elisa
d.                  Foto Rontgen.
Diagnosa yang biasanya muncul pada anak dengan pertusis yaitu:
1.                  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya sekret.
2.                  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3.                  Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah.
4.                  Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
(Ngastiyah. 1997)
Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu:
1.                  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya sekret.
Intervensi Keperawatan :
a.                   Pertahankan kepatenan jalan nafas, pertahankan support ventilasi nbila diperlukan.
b.                  Kaji fungsi pernafasan, auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap setiap 15menit sampai 4jam.
c.                   Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oksimetri dan batasi (penyapihan) atau tanpa alat bantú bila kondisi telah membaik.
d.                  Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
e.                   Monitor efek samping pemberian pengobatan, monitor serum darah, dan catat kemudian laporkan ke dokter. Normalnya 10-20 ug/ml pada smeua usia.
f.                   Kaji gejala dan tanda efek samping mual dan muntah pada gejala awal, dan kemungkinan kejang.
g.                  Berikan cairan yang adekuat per oral atau parenteral.
h.                  Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi, ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret (suction).
i.                    Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan kecemasan.
j.                    Berikan terapi bermain sesuai dengan usia.
2.                  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Intervensi keperawatan :
1)                  Ukur tanda vital: suhu.
2)                  Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
3)                  Lakukan “tepid sponge” (seka) dengan air biasa.
4)                  Tingkatkan intake cairan.
5)                  Berikan terapi untuk menurunkan suhu.
3.                  Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
Intervensi keperawatan :
a.                   Mengobservasi tanda-tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
b.                  Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun.
c.                   Menobservasi dan mencatat intake dan output.
d.                  Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan anak.
e.                   Memonitor laboratorium: elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
f.                   Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
g.                  Memonitor dan mencatat berat badan.
h.                  Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible wáter loss/ IWL)
4.                  Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Intervensi Keperawatan :
a.                   Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan unutk memperbaki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
b.                  Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
c.                   Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
d.                  Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
e.                   Mempertahankan kebersihan mulut pasien.
f.                   Menjelaskan pentingnya intake nutrisai yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
(Wong’s & Whaley. 2010)

DAFTAR PUSTAKA


Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. “Perawat Anak Sakit.” Jakarta: EGC.
Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta: CV Sagung Seto
Wong’s & Whaley. 2010. “Nursing Care Of Infants And Children”. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar